Paradoks

(n) pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks

Zavian A. Hadinata
2 min readJan 1, 2024

Sungguh hidup tuan muda Zavian adalah impian tiap insan pemilik jiwa. Harta, tahta, talenta, seolah dunia berada dalam genggamnya. Menyenangkan? Mungkin, begitulah yang diucapkan tuan muda acapkali pertanyaan tersebut dilontarkan. Terlihat pula getirnya senyum tuan muda apabila kalian perhatikan.

“Kamu memiliki dunia dalam genggamanmu, namun apa artinya kalau kamu tidak sanggup untuk menggenggam dunia itu?”

Siapa sangka, ucapan dari seseorang kala itu sanggup mengubah hidup Zavian menjadi 180 derajat. Seseorang yang hingga sekarang menjadi alasan Zavian untuk tetap bertahan hidup, seseorang yang membuat Zavian bangga karena diberi Tuhan kesempatan untuk melabuhkan hatinya — sudah ya? Mari dilupakan saja.

Ayah, ucap tuan muda suatu hari. Aku ingin menjadi guru, aku ingin menyelamatkan manusia dari jatuhnya dan menemani bangkitnya.

Murka menguasai kendali atas tubuh sang Ayah, menyisakan bekas merah dan kucuran darah dari tepi bibir Zavian.

Kamu itu sudah diberi dunia oleh kerja kerasku, beraninya kamu meninggalkan dunia itu dan memilih seonggok kerikil yang tidak ada nilainya.

Tidak apa, Zavian bisa lewati itu semua. Hidup dengan kerikil dalam genggaman terdengar lebih menyenangkan ketimbang menggenggam beratnya dunia yang tidak ia inginkan. Di hari ulang tahun tuan muda setelah kelulusan dari sekolah menengah, tuan muda lari. Lari dan melepaskan dunia yang ia genggam. Lari dengan mengosongkan seluruh isi kamarnya—membuat seolah-olah eksistensinya tak pernah ada, ia berlari membawa semua yang ia punya. Membangun hidup sederhana di desa yang terletak di kabupaten Gresik bersama pengasuhnya — bi Anisa, dengan menyamar sebagai anak angkat dari pemilik toko kelontong baik hati. Bersekolah di sekolah kecil tanpa penyejuk udara di setiap kelasnya—tidak mengapa, toh udara desa memang sudah segar dan menyejukkan. Toh inilah yang ia impikan. Toh inilah yang membuat sukmanya gemilang.

Kini Zavian telah mencapai perguruan tinggi. Atas usahanya sendiri, tanpa bantuan dari dunia paradoks yang dibuat oleh Ayah—apakah masih bisa disebut ayah?—biologisnya. Matematika yang diminatinya sedari dulu menjadi jurusan yang ia tempuh saat ini. Seolah dunia tau mimpinya, semuanya terasa mudah bagi Zavian. Tak ada satupun dari keluarganya yang pernah datang mencarinya. Zavian seakan hilang—dan itu semua yang memang ia harapkan.

Apa itukah yang betul-betul Zavian harapkan?

--

--

Zavian A. Hadinata
Zavian A. Hadinata

Written by Zavian A. Hadinata

0 Followers

Mimpinya terlalu besar untuk dunia yang ia jejaki. Maka dari itu, ia ciptakan dunia lain yang di dalamnya hanya ada dia dan seluruh mimpi indahnya.

No responses yet